Kamis, 22 Juni 2017

MENERIMA KEADAAN YANG TELAH DITETAPKAN OLEH ALLAH




"Keinginan bertajrid (ibadah terus menerus dengan meninggalkan usaha atau ihtiar untuk memenuhi kebutuhan duniawi) sedangkan Allah masih menempatkan kamu pada kedudukan sebagai orang yang harus berusaha (bekerja) termasuk hawa nafsu yang samar (halus). Sebaliknya keinginan mu berusaha (untuk memenuhi kebutuhan duniawi) padahal Allah telah menempatkan kamu pada kedudukan bertajrid berarti merupakan kemunduran (menurun) dari cita-cita yang luhur".

Allah Ta'ala bersifat Maha Kuasa dan Bijaksana serta pemberi rizqi kepada segenap makhluk-Nya, Dia (Allah) menempatkan manusia menurut kedudukannya masing-masing. Ada yang menduduki maqam "kasab" dan ada yang menduduki maqam "tajrid".

Adapun yang di maksud maqam "kasab" adalah orang itu masih harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan duniawi. Ada pun tanda-tanda kalau orang itu ditempatkan oleh Allah pada maqam "kasab" apabila ia merasa ringan dalam menjalankan tugasnya serta berhasil untuk memetik buahnya dalam menjalankan kewajiban-kewajiban agama seperti menyambung tali silaturahim, menolong fakir miskin dan lain sebagainya dari semua pembelanjaan harta benda yang ada hubungannya dengan kewajiban agama.

Adapun maqam "tajrid" adalah orang itu telah dikehendaki oleh Allah untuk beribadat kepada Allah sehingga ia terbebas dari ketekunan usaha memenuhi kebutuhan duniawi. Adapun tanda-tanda kalau orang itu telah dikehendaki oleh Allah menduduki maqam "tajrid" apabila ia selalu mudah memenuhi kebutuhan hidupnya dari jalan yang tak disangka-sangka dari mana datangnya rizqi serta selalu tenang jiwanya sewaktu terjadi kekurangan, tidak mengharapkan pemberian orang lain dan tidak tamak. Sebab orang yang mempunyai sifat rakus atau tamak itu bisa menghilangkan pribadinya dalam tajrid.

Orang yang berada dalam bidang usaha tapi ia menginginkan maqam "tajrid", padahal Allah masih mendudukan dia pada bidang/maqam "kasab", maka kemauan yang demikian itu adalah merupakan dorongan hawa nafsu yang samar (halus), karena ia ingin dianggap sebagai manusia yang zuhud yakni orang yang mendapat kasih sayang dari Allah dan menimbulkan kepercayaan dari sesama manusia.

Jadi orang yang mendapat dorongan hawa nafsunya yang samar tersebut berarti ia telah melewati garis-garis yang telah ditetapkan oleh Allah, dengan demikian pada saat imannya akan mengalami kegoncangan dan ketauhidannya menjadi hilang, akhirnya ia akan terjerumus kedalam perbuatan yang tercela yaitu selalu mengharapkan pemberian dari orang lain.

Perhatikan bagaimana kehalusan setan dalam membujuk manusia, sebagaimana yang telah dialami oleh Adam dan Hawa :

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِن سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَٰذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّا أَن تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ

Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)"


Begitu pula keinginan untuk menduduki maqam "kasab" padahal semestinya dia telah di pilih oleh Allah untuk menduduki maqam "tajrid" berarti merupakan suatu kemunduran. Sebab maqam "tajrid" adalah maqam tinggi, yang hanya diberikan oleh Allah kepada orang-orang tertentu seperti orang-orang yang selalu meng-Esa-kan Allah dan orang-orang yang telah ma'rifat kepada Allah.

Jadi kalau ada orang yang telah menduduki maqam "tajrid" lalu berkeinginan menduduki maqam "kasab" berarti ia telah menurun kepada derajat yang lebih rendah.

Oleh sebab itu bagi orang yang telah ma'rifat wajib menerima apa adanya dari Rabb, apakah ia golongan maqam tajrid atau maqam kasab (usaha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAKUTLAH DARI ISTIDRAJ ALLAH